PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
Disusun
oleh :
Nama
: Eka Fitrianingsih
NPM : 2103171783
Kelas : 2-21
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
Jl. Bintaro Utama Sektor V Jurang Mangu Timur, Pondok Aren,Tangerang Selatan, Banten
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI ..................................................................................................
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.....................................................................................
B. Rumusan
Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
BAB
II : PEMBAHASAN
A. Pengertian pajak dan jenis-jenis
pajak..................................................
B. Dasar hukum penagihan........................................................................
C. Pengertian penagihan pajak..................................................................
D. Alur penagihan pajak............................................................................
E. Pegawai dan jurusita pajak...................................................................
F.
Surat
Teguran........................................................................................
G. Surat Paksa...........................................................................................
H. Penyitaan..............................................................................................
BAB
III : PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Pasal 1 ayat 1 UU KUP.
Pajak memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan Negara. Penerimaan terbesar Negara berasal dari pajak.
Tahun 2017 penerimaan Negara dari pajak di anggarkan sebesar 1.498,4 T atau
85,6% dari total pendapatan Negara. Hal ini tentu saja cukup menjadi perhatian
bagi kita semua. Karena dengan target proposi yang sangat besar perlu adanya
kerjasama yang baik dari warga Negara dalam membayar pajak demi kelancaran
kehidupan Negara.
Indonesia menerapkan self assessment system dalam perpajakan,
yaitu sistem
pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk
menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan
menerapkan system ini tentu ada kekurangan dan kelebihan. Salah satu kelemahan
dengan penerapan system ini adalah Wajib Pajak yang tidak jujur dapat melakukan
kecurangan sehingga menyebabkan kerugian Negara. Hal ini dapat menyebabkan adanya penagihan
dan sengketa pajak .
B.
RUMUSAN
MASALAH
Makalah ini merumuskan masalah yang
akan dipaparkan dalam pembahasan yaitu:
1. Pengertian pajak dan jenis-jenis
pajak;
2. Dasar hukum penagihan;
3. Pengertian penagihan pajak;
4. Jenis-jenis penagihan pajak;
5. Alur penagihan pajak;
6. Pegawai dan jurusita pajak.
7. Surat Teguran
8. Surat Paksa
9. Penyitaan
C. TUJUAN
Tujuan
dari pembuatan makalah ini supaya memberikan tambahan wawasan bagi pembaca
mengenai penagihan pajak di Indonesia.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PAJAK
Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat. (Pasal 1 angka 1 UU KUP)
Pajak adalah semua
jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat, termasuk Bea Masuk dan Cukai,
dan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, menurut undang-undang dan
peraturan daerah. (Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2000)
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak
bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara
dan pembangunan nasional.
B.
JENIS-JENIS
PAJAK
1.
Pajak Pusat adalah pajak-pajak
yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola
oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian keuangan.
Contoh :
Pajak Penghasilan (PPh).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Bea Meterai
2.
Pajak Daerah adalah pajak-pajak
yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
Contoh
:
1.
Pajak
Propinsi, meliputi:
a.
Pajak
Kendaraan Bermotor;
b.
Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c.
Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d.
Pajak
Air Permukaan;
e.
Pajak
Rokok.
2.
Pajak
Kabupaten/Kota, meliputi:
a.
Pajak
Hotel;
b.
Pajak
Restoran;
c.
Pajak
Hiburan;
d.
Pajak
Reklame;
e.
Pajak
Penerangan Jalan;
f.
Pajak
Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan;
C. DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN
PENAGIHAN PAJAK
Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah
Undang-undang no. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian
diubah dengan Undang-undang no. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2001.
Penagihan Pajak adalah
serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah
disita. (Pasal 1 angka 9 UU No. 19 Tahun 2000)
Sedangkan definisi dari
Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. ( Pasal
1 angka 3 UU No. 19 Tahun 2000)
Dalam penagihan pajak
penganggung pajak wajib melunasi utang pajak yaitu pajak yang masih harus
dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang
tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dan juga biaya penagihan
pajak, yang meliputi :
1.
Biaya pemberitahuan surat paksa
2.
Biaya pelaksanaan penyitaan
3.
Biaya pengumuman lelang
4.
Biaya lelang
5.
Biaya penjualan tanpa melalui lelang
6.
Biaya penyanderaan.
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
penagihan pajak aktif dan penagihan pajak pasif. Penagihan pajak pasif
dilakukan melalui surat tagihan pajak atau surat ketetapan pajak. Penagihan
pajak aktif atau penagihan pajak dilakukan dengan surat aksab diatur dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
1.
Penagihan
Pajak Pasif
Penagihan
pajak pasif dilakukan dengan menggunakna Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang
menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh
hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang
dimulai dengan menerbitkan surat teguran.
2.
Penagihan
Pajak Aktif
Penagihan
pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya
penagihan pajak ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat
tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita,
dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.
Penagihan pajak juga dapat dilakukan
dengan seketika dan sekaligus maksudnya tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak kepada
Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Hal ini dilakukan
apabila :
1. Penanggung
Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.
2. Penanggung
Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesi.
3. Terdapat tanda-tanda bahwa
Penanggung Pajak akan membubarkan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau
memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau
dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
4. Badan usaha
akan dibubarkan oleh Negara.
5. Terjadinya
penyitaan atas penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh Pihak Ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
D.
ALUR
PENAGIHAN PAJAK

Penjelasan :
Dasar dalam melakukan penagihan pajak berupa SPT, SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, dan juga putusan banding yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus di bayar bertambah. Dasar penagihan pajak ini memiliki
jatuh tempo pembayaran selama 1 bulan. Apabila lewat dari 1 bulan belum juga
dibayar, 7 hari berikutnya dapat diterbitkan surat teguran.
Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan
kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. (pasal 1 angka 10 UU No. 19
tahun 2000)
setelah 21 hari sejak disampaikannya surat teguran, dan Wajib
Pajak belum juga melunasi utang pajaknya maka diterbitkanlah surat paksa. Surat
Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
(pasal 1 angka 12 UU No. 19 tahun 2000). Surat paksa ini berlaku untuk 2 x 24
jam. Surat paksa harus disampaikan langsung oleh jurusita kepada Wajib Pajak
hal ini karena Surat paksa bersifat parate
excecutie , memiliki kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan. Dalam
penyampaian surat paksa jurusita juga harus membuat BAP.
Selanjutnya jika dalam waktu 2 x 24 jam belum dilunsi, maka
jurusita dapat menyampaikan SPMP / Penyitaan.
Dalam penyampaian SPMP jurusita didampingi 2 orang saksi. Dalam jangka
waktu 14 hari setelah disampaikannya SPMP Wajib Pajak melunasi utang pajaknya
maka akan dilakukan pencabuta sita, namun jika belum dapat melunasi maka akan
dilakukan pengumuman lelang di media nasional. Selanjutnya dilakukan Pelaksanaan
lelang 14 hari setelah pengumuman lelang.
E.
PEJABAT
PENAGIHAN PAJAK DAN JURUSITA PAJAK
Ø Pejabat
Pajak
Pejabat
pajak dibagi menjadi 2 yaitu pejabat penagihan pajak pusat dan daerah. Untuk
pejabat penagihan pusat adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak atau Kepala Kantor
Pelayanan PBB. Sedangakan pejabat penagihan pajak adalah Kepala Dinas
Pendapatan Daerah yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Pejabat penagihan pajak
memilki wewenang antara lain:
1.
mengangkat
dan memberhentikan Jurusita Pajak
2.
menerbitkan:
a)
Surat
Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
b)
Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
c)
Surat
Paksa;
d)
Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan
e)
Surat
Perintah Penyanderaan
f)
Surat
Pencabutan Sita;
g)
Pengumuman
Lelang;
h)
Surat
Penentuan Harga Limit;
i)
Pembatalan
Lelang; dan
j)
Surat
lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan pajak.
Ø Jurusita
Pajak
Jurisita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang
meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan
dan penyanderaan. (Pasal 1 angka 6 UU no. 19 Tahun 2000).
a.
Syarat
menjadi jurusita pajak :
Ø berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum
atau yang setingkat dengan itu;
Ø berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan
II/a;
Ø berbadan sehat;
Ø lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak; dan
Ø jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian
(Ps 2 KMK 562/KMK.04/2000)
b.
Tugas Jurusita Pajak
Ø melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus
Ø memberitahukan Surat Paksa
Ø melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak
berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
Ø melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah
Penyanderaan
(Pasal 5 UU No. 19 Tahun 2000)
c.
Wewenang Jurusita Pajak
Ø Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka
lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di
tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain
yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
Ø Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian,
Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah
Daerah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan
Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.
Ø Jurusita Pajak menjalankan tugas di wilayah kerja
Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri
atau Keputusan Kepala Daerah.
d.
Sumpah
Jurusita Pajak
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk
memangku jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu
kepada siapa pun juga”.
F.
SURAT
TEGURAN
Penyampaian surat
teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk
memperingatkan Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan
keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo. Surat
teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau
memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran
dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam SPT, SKPKB atau SKPKBT
tidak dilunasi sampai melewati waktu hari dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan
sejak tanggal diterbitkannya.
Menurut keputusan
Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000
Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap
penanggungpajak yang disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajaknya.
Ø Saat Penerbitan Surat Teguran
1. Dalam
hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak
mengajukan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT, Kepada Wajib Pajak disampaikan
Surat Teguran, setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.
2. Dalam
hal Wajib Pajak tidak menyetujui sabagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak tidak
mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan SKPKB atau
SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 hari sejak saat
jatuh tempo pengajuan banding.
3. Dalam
hal Wajib Pajak tidak menyetujui sabagian atau seluruh jumlah pajak yang masih
harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Wajib Pajak
mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan SKPKB atau
SKPKBT, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh
tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding.
4. Dalam
hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
pembahasan akhir hasil pemetiksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat
Teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.
5. Dalam
hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB atau SKPKBT setelah
tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat
Pemberitahuan untuk hadir oleh WP, kepada WP disampaikan Surat Teguran setelah
7 hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.
Ø Cara Penyampaian Surat Teguran
1.
Secara
langsung dapat dilakukan oleh petugas pada seksi penagihan melalui AR yang
melayani WP yang bersangkutan,
2.
Melalui
pos,
3.
Melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman.
Ø Tata
Cara Penerbitan Surat Teguran
1.
Pelaksana
pada Seksi Penagihan meneliti SKP/STP yang harus diterbitkan Surat Teguran
dalam Sistem Administrasi Perpajakan dan meminta persetujuan Kepala Seksi dan kemudian
diteruskan kepada Kepala KPP melalui Sistem Informasi DJP.
2.
Kepala
KPP memeriksa usulan penerbitan Surat Teguran dan memberikan persetujuan
penerbitan melalui Sistem Informasi DJP.
3.
Pelaksana
melihat system informasi DJP dan memeriksa persetujuan penerbitan Surat Teguran
dari Kepala KPP, mencetak Surat Teguran dan menyampaikan kepada Kepala Seksi
Penagihan.
4.
Kepala
Seksi Penagihan meneliti, mamaraf Surat Teguran dan menugaskan kepada Pelaksana
untuk menyampaikannya kepada Kepala KPP.
5.
Kepala
KPP meneliti, menandatangani Surat Teguran dan meneruskan kepada pelaksana
untuk disampaikan kepada WP.
6.
Pelaksana
menliti Surat Teguran, yan telah ditandatangani Kepala KPP, menatausahakan, dan
menyampaikannya kepada WP melalui Subbag Umum.
G. SURAT
PAKSA
Surat Paksa adalah Surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari
dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan surat paksa yang disampaikan
oleh juru sita pajak negara dengan dibebani biaya penagihan sebesar 25.000 (dua
puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2×24 jam.
Ø Ciri-Ciri Surat Paksa:
1. Surat paksa
berkepala (Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa)
2. Mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim dalam pengadilan perdata (parade
Eksekusi).
3. Yang dapat
ditagih dengan surat paksa adalah semua jenis pajak baik pajak pusat maupun
pajak daerah.
4. Penagihan
pajak dengan surat paksa dilaksanakan oleh juru sita pajak pusat dan juru sita
pajak daerah.
Ø Sifat-Sifat Surat Paksa:
1. Mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan Grosse atau salinan putusan hakim dalam perkara
perdata yang tidak dapat dimintakan banding kepada hakim atasan.
2. Mempunyai
kekuatan hukum yang pasti
3. Mempunyai
fungsi ganda :
a. Menagih
utang pajak termasuk (pokok pajak, denda dan kenaikan)
b. Menagih
bukan pajak (biaya-biaya penagihan)
4. Surat paksa
dapat dilanjutkan dengan penyitaan dan penyenderaan.
Ø Surat
Paksa Sekurang-Kurangnya Meliputi :
1.
Nama
wajib pajak, atau nam Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
2.
Dasar
penagihan
3.
Besarnya
Utang Pajak
4.
Perintah
untuk membayar.
Ø Surat
Paksa Diterbitkan Apabila :
1. Penanggung Pajak tidak melunasi
utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau surat lain yang
sejenis.
2. Terhadap penanggung Pajak telah
dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.
3. Penanggung Pajak tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak
Ø Surat
Paksa Terhadap Orang Pribadi Diberitahukan Oleh Jurusita Pajak Kepada :
1.
Penanggung
Pajak
3.
Orang
dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha
penanggung pajak, apabila penanggung pajak apabila yang bersangkutan tidak
dapat dijumpai.
4.
salah
satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya
apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.
5.
para
ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah
dibagi.
Ø Surat
Paksa Terhadap Badan Diberitahukan Oleh Jurusita Pajak Kepada :
1.
Pengurus,
kepala perwakilan, kepala cabang, penanggungjawab, pemilik modal.
2.
Pegawai
tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan apabila jurusita pajak tidak
dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf
Ø Pelaksanaan
Pemberitahuan Surat Paksa
1. Jurusita Pajak mendatangi tempat
tinggal tempat kedudukan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan memperlihatkan
tanda pengenal diri. Jurusita Pajak mengemukakan maksud kedatangannya yaitu
memberitahukan Surat Paksa dengan Pernyataan dan menyerahkan salinan Surat
Paksa tesebut.
2. Jika Jurusita Pajak bertemu langsung
dengan Wajib Pajak/Penanggung Pajak minta agar WP/PP memperlihatkan surat-surat
keterangan pajak yang ada untuk diteliti:
Ø Apakah tunggakan pajak menurut surat
ketetapan pajak cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum dalam Surat Paksa.
Ø Apakah ada Surat Keputusan
Pengurangan/Penghapusan.
Ø Apakah ada kelebihan pembayaran dari
tahun/jenis pajak lainnya yang belum diperhitungkan.
3. Kalau Jurusita Pajak tidak menjumpai
Wajib Pajak/Penanggung Pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan
kepada:
Ø Keluarga Penanggung Pajak atau orang
bertempat tinggal bersama Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akil baliq (dewasa
dan sehat mental).
Ø Anggota Pengurus Komisaris atau para
pesero dari Badan Usaha yang bersangkutan atau;
Ø Pejabat Pemerintah setempat
(Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir a dan b
diatas juga tidak dijumpai.
Ø Pejabat-pejabat ini harus memberi
tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya, sebagai tanda diketahuinya dan
menyampaikan salinannya kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang bersangkutan.
Ø Jurusita Pajak yang telah
melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa, harus membuat laporan
pelaksanaan Surat Paksa (bentuk KP.RIKPA 4.9-97)
4. Kalau Penanggung Pajak tidak
diketemukan di kantor, maka Jurusita Pajak dapat menyerahkan salinan SP kepada:
Ø seseorang yang ada di kantornya
(salah seorang pegawai),
Ø seseorang yang ada di tempat
tinggalnya (misalnya: istri, anak atau pembantu rumahnya).
5. Sebaliknya apabila Penanggung Pajak
tidak dikenal/tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal perusahaan sudah
dibubarkan/tidak mempunyai kantor lagi, Surat Paksa (salinannya) ditempelkan
pada pintu utama kantor Pejabat di mana penanggung pajak/wajib pajak semula
berdomisili. Dapat juga Surat Paksa disampaikan melalui Pemda setempat,
mengumumkan melalui media masa atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
H. PENYITAAN
Penyitaan adalah Tindakan
Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1
angka 12 UU PPSP)
Penyitaan dilakukan oleh jurusita berdasarkan Surat Perintah
melakukan Penyitaan (SPMP) yang diterbitkan oleh pejabat bpenerbit surat paksa.
Penerbitan SPMP dilakukan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka 2 hari atau 2 x 24 jam terhitung sejak
tanggal surat paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak.
· Objek sita
Objek sita adalah Barang Penanggung Pajak yang dapat
dijadikan jaminan utang pajak, yaitu Barang milik Penanggung Pajak yang berada
di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain,
termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan
sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
- Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain;
- Barang tidak bergerak termasuk
tanah, bangunan, kapal, dengan isi kotor tertentu.
Dalam hal Wajib Pajak badan, maka yang menjadi objek sita adalah aset Penanggung Pajak. Apabila nilai aset tidak mencukupi untuk melunasi utang pajak, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap aset Penanggung Pajak lainnya yaitu pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, tempat tinggal mereka maupun di tempat lain
·
Barang yang telah disita dapat
dititipkan kepada:
o
Kepada
Penanggung Pajak; atau
o
Di
kantor Pejabat atau di tempat lain (antara lain Kantor Pegadaian atau Kantor
Pos), berdasarkan pertimbangan Jurusita Pajak; atau
o Kepada aparat Pemerintah Daerah
setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita, dalam hal penyitaan tidak
dihadiri oleh Penanggung Pajak.
Dan barang yang dititipkan tersebut
menjadi anggung jawab sepenuhnya bagi pihak yang dititipi barang yang disita.
· Barang-barang yang dikecualikan dari
penyitaan
Barang
bergerak milik Penanggung Pajak yang
berupa :
- Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;
- Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan masak yang berada di rumah;
- Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara;
- Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan;
- Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah); dan 6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
· Penanggung Pajak Tidak Hadir
Penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan
syarat salah satu saksi harus berasal dari Pemerintah Daerah setempat,
sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa, dan
Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut ditandangani oleh Jurusita Pajak dan
saksi-saksi.
· Berita Acara Sita
Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita
dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita,
atau ditempat barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita berada,
atau di tempat-tempat umum.
Dalam
hal Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan
Sita, Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara
Pelaksanaan Sita, dan Berita Acara Pelaksanaan tersebut ditandangani oleh
Jurusita Pajak dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap
sah dan mempunyai kekuatan mengikat.
· Segel Sita
- Segel sita memuat sekurang-kurangnya : - kata "DISITA"; - nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita - larangan untuk memindahtangankan, memindahkan hak, meminjamkan, merusak barang yang disita.
- Tanggungan untuk pelunasan utang tertentu.
- Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu
- Merusak, mencabut, atau menghilangkan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita atau segel sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
Undang-undang memungkinkan Jurusita
Pajak untuk menempelkan Segel Sita atas barang yang disita.
· Penyitaan
Tambahan Dapat Dilaksanakan Apabila:
1.
Nilai
barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang
pajak, atau.
2.
Hasil
lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan
pajak dan utang pajak.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila
penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan dan utang pajak atau
berdasarkan putusan pengadilan atau putusan pengadilan pajak atau ditetapkan
lain dengan keputusan menteri keuangan atau keputusan kepala daerah.
·
Penyitaan terhadap perhiasan emas,
permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut :
1. membuat rincian tentang jenis,
jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan
lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
2. membuat Berita Acara Pelaksanaan
Sita.
·
Penyitaan terhadap uang tunai
termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut :
1. menghitung terlebih dahulu uang
tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan
lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
2.
membuat
Berita Acara Pelaksanaan Sita;
3.
menyimpan
uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya
ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak
atau menitipkannya pada bank.
·
Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung
Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran,
giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai
berikut :
1.
Pejabat
mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian Salinan
Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
2.
bank
wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat
dan membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada
Pejabat dan Penanggung Pajak;
3.
Jurusita
Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan
Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo
kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
4.
dalam
hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud
dalam huruf c, Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk
memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang
tersimpan pada bank yang dimaksud;
5.
setelah
saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan
penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan
Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang
bersangkutan;
6.
Pejabat
mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung
Pajak melunasi Utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak;
7.
Pejabat
mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak
setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya
Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan
pemblokiran.
·
Penyitaan terhadap surat berharga
berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek
dilaksanakan sebagai berikut :
1. Pemblokiran Rekening Efek pada
Kustodian dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Direktur Jenderal
Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dengan menyebutkan nama Pemegang Rekening atau nomor Pemegang Rekening sebagai
Penanggung Pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan;
2.
Berdasarkan
permintaan Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana
dimaksud pada huruf a, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan
perintah tertulis kepada Kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap
Rekening Efek Penanggung Pajak;
3.
Berdasarkan
perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal sebagaimana dimaksud
pada huruf b, Kustodian melakukan pemblokiran;
4.
Dalam
hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintan keterangan
tentang Rekening Efek pada Kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur
Jenderal Pajak harus memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan
tersebut;
5.
Kustodian
yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek
Pemegang Rekening membuat Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian
Keterangan;
6.
Berita
Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan tersebut disampaikan
kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak,
selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian
keterangan tersebut dilakukan;
7.
Jurusita
Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan atau dana dalam Rekening Efek pada
Kustodian segera setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara
Pemberian Keterangan;
8.
Jurusita
Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi;
9.
Dalam
hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani
oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi;
10.
Berita
Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak, dan salinannya
disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Kustodian;
11.
Pejabat
mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung
Pajak kepada Kustodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan Biaya
Penagihan Pajak;
12.
Pejabat
mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung
Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya
Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan
pemblokiran;
13.
Efek
yang diperdagangkan di bursa yang telah disita, dijual di bursa melalui
Perantara Pedagang Efek Anggota Bursa atas permintaan Pejabat.
·
Penyitaan terhadap surat berharga
berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek
dilaksanakan sebagai berikut :
1. melakukan inventarisasi dan membuat
rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya
dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran
Berita Acara Pelaksanaan Sita;
2.
membuat
Berita Acara Pelaksanaan Sita;
3.
membuat
Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari Penanggung Pajak
kepada Pejabat.
·
Penyitaan terhadap penyertaan modal
pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut
:
1.
melakukan
inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada
perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara
Pelaksanaan Sita;
2.
membuat
Berita Acara Pelaksanaan Sita;
3.
membuat
Akte Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari
Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan
tempat penyertaan modal.
·
Pencabutan Sita
Pencabutan sita dilaksanakan apabila
Penanggung Pajak telah melunasi Biaya Penagihan Pajak dan Utang pajak atau
berdasarkan putusan pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak
atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau Bupati/Walikota.Pencabutan
sita dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh
Pejabat.
Surat Pencabutan Sita sekaligus
berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan oleh
Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti
dengan pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak.
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini dapat kita
simpulkan bahwa mengenai Penagihan Pajak dengan Surat Paksa itu tidak bisa
dilakukan tanpa adanya ketentuan hukum dan persetujuan dari yang bersangkutan
dan kantor pelayann pajak itu sendiri.
Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan oleh rakyat
kepada negara demi terselenggaranya pemerintahan dalam suatu negara. Yang
paling penting agar penagihan pajak itu dapat berjalan dengan baik melalui
partisipasi seluruh elemen masyarakat.
Adanya Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilakukan
sebenarnya untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pajak untuk pembangunan
Negara. Karena penagihan pajak merupakan serangkaian upaya yang dilakukan
pemerintah agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak dengan menggunakan cara memperingkatkan , melaksanakan penagihan seketika
dan sekaligus memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan
pelelang.
B.
SARAN
Semua yang kita lakukan pasti ada maksud yang baik
,begitu pula dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa,terdengar memang sedikit
kejam karena harus menggunakan Surat paksa. Namun itulah upaya pemerintah untuk
menyadarkan masyarakat untuk selalu ingat dengan kewajibannya membaya utang
pajak demi pembangunan yang lebih baik. Mungkin dalam Pembuatan makalah ini
terdapat penyampaian yang kurang tepat penulis mohon maaf. Dengan itu saran
dari pembaca sangat diharapkan. Sekian dan Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
zuraida, ida. 2010.Bahan Ajar Penagihan dan Sengketa Pajak.
Jakarta
Komentar
Posting Komentar